Selasa, Januari 06, 2009

Bopo Polah, Anak Kepradah

Oleh.: Dias Widhiyanto K*

Siapakah Anak itu?
Berbicara masalah anak, tentunya banyak definisi atau penjelasan tentang anak. Setiap orang mempunyai pengertian tersendiri tentang anak, bahkan bisa berjilid-jilid buku yang akan lahir dari pengertian tentang anak. Ada yang mengatakan bahwa anak adalah aset masa depan, anak adalah harta yang tak ternilai harganya, anak adalah hiasan yang paling mahal harganya, dan sebagainya.
Menurut teman kami [mudah-mudahan anaknya sehat] menyatakan bahwa anak adalah sumber daya insani bagi pembangunan nasional. Lain halnya dengan pengertian dari kamus yang menyatakan bahwa, kata anak mempunyai arti keturunan dari ayah dan ibu atau keturunan yang keduanya. Sedangkan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjelaskan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Lain halnya dengan Cak Nun bersama Kiai Kanjeng yang menandaskan bahwa anak adalah manungso [marsudi manunggaling karso] , artinya setiap orang tua harus mengerti bahwa anak bukan milik dia, tapi milik Tuhan, anak adalah seseorang yang memiliki pertumbuhan diri sendiri dan bisa sangat berbeda dengan orangtua, orangtua bukan mencetak tapi mengungkit dan berusaha mengidentifikasi atas apa yang dimiliki anak. Tentunya kita sepakat dengan pernyataan bahwa anak bukanlah miniatur orang dewasa, anak bukanlah lempung yang bisa seenaknya dibentuk menjadi apa saja keinginan dari orangtua.
Siapa Orangtua itu?
Kebanyakan dari kita mungkin sudah mengerti siapakah orangtua itu. Ada yang mengatakan bahwa orangtua adalah mereka yang sudah beruban, sudah ompong, sudah menikah, sudah beranak bahkan bercucu, dan sudah berkurang gairah mudanya. Apa lagilah pengertian selanjutnya, terserah. Tapi menurut salah seorang yang sudah berpengalaman dalam dunia keluarga, menyatakan bahwa. Orangtua adalah pendidik dalam keluarga. Orangtua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya. Dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Oleh karena itu, bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga terutama orangtua. Sungguh berat menyandang predikat orangtua kalau kita salah dalam memainkan peran orangtua, bisa-bisa kacaulah keluarga yang dibina dan yang paling dirugikan tentunya adalah anak.
Orangtua dan tanggungjawabnya
Dekrita M.R. Tobing menjelaskan bahwa orangtua perlu melakukan rekayasa dalam mendidik anak sebagai bentuk dari kewajiban pada anak, terutama dalam masa kandungan sampai 5 (lima) tahun pertama. Adapun kewajiban tersebut adalah.:
.: Cinta kasih :.
Hal pertama dan yang paling utama yang perlu dilakukan oleh orangtua dalam mendidik anaknya adalah memberi cinta kasih yang sesuai dengan porsinya pada seorang anak. Salah satu bentuk cinta kasih tersebut adalah dengan komunikasi yang efektif dan tidak membuat anakterpojokkan. Kedekatan dan ketertarikan orangtua memberi pengalaman yang nantinya akan membentuk rasa percaya diri pada seorang anak. Faktor cinta kasih ini menjadi sangat penting karena saat mencintai kita menerima seseorang apa adanya.
.:Lingkungan yang kondusif:.
Faktor yang paling dominan dalam menumbuhkan kecerdasan anak adalah faktor keturunan dan lingkungan. Bagi yang mempunyai garis keturunan orangtua cerdas tentunya tidak begitu dipermasalahkan, tapi bagaimana dengan anak yang sama sekali tidak memiliki faktor keturunan orangtua cerdas. Lingkungan yang kondusif adalah jalan bagi orangtua dalam mewujudkan anak memiliki kecerdasan.
.:Gizi dan nutrisi:.
Banyak penelitian telah membuktikan bahwa faktor gizi dan nutrisi mempunyai pengaruh yang tidak kalah pentingnya dalam menanamkan kecerdasan pada anak.
.:Stimulus atau rangsangan:.
Rangsangan yang diberikan oleh orangtua pada anak dengan kadar sebanyak mungkin dapat memicu jaringan otak menjadi lebih besar dan meningkatkan jaringan fungsi otak.
.:Sikap dan pola asuh orangtua:.
Sikap dan pola asuh yang diterapkan orangtua kepada anaknya membawa dampak yang serius dalam perkembangan anak. Sikap orangtua dalam mendidik anak hanya sebatas sebagai fasilitator dalam mengembangkan bakat anak. Artinya orangtua harus lebih mengenal sikap anak untuk menentukan pola asuhnya. Orangtua memerlukan keseriusan dan tekad yang bulat dalam mendidik anak demi kebaikan anak tersebut. Dari yang dijelaskan oleh Dekrita M.R. Tobing dapat disimpulkan bahwa rekayasa-rekayasa tersebut merupakan langkah yang harus dilakukan oleh orangtua dalam mendidik anak, baik buruknya anak merupakan akibat dari pendidikan yang dilakukan oleh orangtuanya.
Keutuhan orangtua [ayah dan ibu] dalam sebuah keluarga sangat dibutuhkan anak untuk memiliki dan mengembangkan dasar-dasar kepribadian anak. Keluarga yang “utuh” memberi peluang besar bagi anak untuk membangun kepercayaan terhadap orangtua, yang merupakan unsur terpenting dalam membantu anak untuk memiliki dan mengembangkan dasar-dasar kepribadian yang baik bagi anak.
Orangtua dalam keluarga berperan sebagai guru, penuntun, pengajar, serta sebagai pemimpin pekerjaan dan pemberi contoh. Tetapi perlu disadari bahwa pendidik tidak mempunyai kemampuan untuk mengubah pribadi anak. Kemampuan orang tua menyampaikan pernyataan kepada anak akan membantu mengerti dan menyadari apa yang dirasakan dan dimulai dari orang tua, sehingga mudah dimengerti.
Bopo polah, anak kepradah
Dewasa ini banyak dibutuhkan manusia-manusia unggul. Unggul dalam prestasi akademik yang terlihat dari keluasan pengetahuan dan kedalaman dalam berfikir. Selain unggul dalam akademik, saat ini juga dibutuhkan manusia yang juga unggul dalam mengelola emosi, kalau dalam bahasa Aa Gym manusia yang mempunyai manajemen qolbu yang baik.
Disadari atau tidak, ternyata yang membentuk perilaku manusia dalam kebanyakan kegiatan adalah lingkungan pendidikan. Kalau kita kembali kedepan, menyatakan bahwa orangtua adalah pendidik utama dan pertama bagi anak. Maka sudah seharusnya orangtua harus memahami predikat sebagai pendidik utama dan paling utama untuk anak. Tapi sangat mengherankan kalau orangtua dengan sepenuh hati menyerahkan pendidikan anak-anak hanya kepada guru. Alasan klasik yang sering terdengar adalah orangtua tidak mempunyai waktu dan sebagian waktunya digunakan untuk mencari nafkah. Kalau sudah terbentur dengan masalah ekonomi memang agak sedikit susah, akan tetapi kalau orangtua sudah memahami bahwa anak adalah aset masa depan, agaknya semua tidak ada yang sulit.
Orang besar seperti Muhammad, adalah sosok yang mampu menjalani kehidupan dengan nilai emosi yang sempurna. Beliau adalah manusia yang secara kusus dididik oleh Allah, tentunya segala perilaku dalam kehidupan kesehariannya berlandaskan nilai-nilai agama. Kegiatannya selalu diikontrol oleh Allah, kalau ada yang salah Allah segera membenarkannya dan kalau ada yang berlebihan Allah juga langsung mengingatkan. Dalam satu hari yang 24 jam, muhammad secara khusus dididik oleh Allah. Dengan kata lain Allah adalah guru daripada muhammad. Mengapa muhammad selalu didampingi dididik langsung oleh Allah, tentunya karena muhammad adalah manusia pilihan yang dipilih langsung oleh Allah untuk membenahi akhlak manusia. Jadi wajarlah kalau Allah yang langsung mendidiknya. Kemudian, bagaimana dengan kita? Kalau berfikir masalah kita, mungkin sudah terlalu jauh dan sudah terlalu mengakar sifat-sifat dasar yang kita miliki. Yang terpenting dari kehidupan orangtua adalah anak-anaknya, jadi bagaimana dengan anak-anak kita [tentunya bagi yang sudah punya anak]. Apakah kita yang sudah mempunyai anak tega menyerahkan masa depan anak-anak kita hanya pada guru saja dan apakah kita yang belum punya anak sudah siap menjadi guru yang baik bagi calon anak-anak kita.
Dalam budaya jawa ada suatu istilah anak polah bopo kepradah, sebenarnya istilah ini adalah wacana dari khasanah kaum feodal yang mengeluh karena anak-anaknya nakal.: artinya mereka sebagai orangtua akan sakit, akan celaka dan malu kalau anak-anaknya melakukan kegiatan atau hal-hal yang menyimpang dari nilai kultur masyarakat setempat dan jauh dari nilai-nilai agama.
Pertanyaan yang lebih kreatif adalah lho anak itu dari mana, bukankan anak itu dari bapak, bukankan anak adalah salah satu produk dari kerjajeras orangtua, bukankah anak adalah turunan dari orangtua. Jadi dapat ditarik simpulan bahwa anak yang nakal adalah akibat dari nakalnya sang bapak atau orangtuanya. Singkatnya, bapak atau orangtualah yang membuat anak sengsara dan celaka. Jadi jangan disalahkan kalau anak itu nakal, mBeling dan selalu bergelimang dalam kemaksiatan, orangtualah yang paling bertanggungjawab. Sebetulnya istilah yang tepat adalah bopo polah anak kepradah. Mengapa demikian, karena orangtua yang tidak pandai dalam mendidik anak sama halnya dengan menjerumuskan anak dalam gubangan ketidakjelasan.
Kasus di atas merupakan kasus yang bisa digolongkan dalam kategori gagalnya orangtua dalam mendidik anak. Kegagalan orangtua tersebut antara lain.: 1. Orangtua tidak bisa membekali anaknya dengan nilai-nilai yang baik, benar dan bagus.: 2. Orangtua tidak bisa mengantisipasi ketika datangnya kemaksiatan-kemaksiatan yang ada pada anak. Apalagi dengan adanya saingan dari orangtua, seperti TV, iblis dan syaitan yang berujud menggembirakan buat anak. Bahkan anak mengangga itu semua adalah tuhan dan nabinya buat mereka.
Pendidikan sejak dalam kandungan, sebuah solusi awal
Pendidikan sejak dalam kandungan, merupakan salah satu solusi awal bagi orangtua dalam mendidik anak. Tentunya dengan pertimbangan bahwa anak yang masih dalam kandungan masih mempunyai sifat pasif, dalam masa-masa pasif tersebutlah orangtua bisa leluasa mendoktrin anak-anaknya dengan nilai-nilai luhur keagamaan. Semisal.: ketika istri sedang mengandung, suami dengan mesra mengelus-elus perut istri dengan mendendangkan syair-syair yang baik dan juga orangtua memberi muatan spiritual dengan jalan membaca ayat-ayat yang relevan dengan masa-masa mengandung seperti bacaan surat Yusuf dan Mariyam. Ternyata, dalam bidang kedokteran organ yang paling cepat menerima rangsangan adalah pendengaran. Dan ini sangat memudahkan orangtua dalam melaksanakan tugas sebagai orangtua semasa anak masih dalam kandungan. Faktor terpenting dalam mendidik anak adalah kasih sayang, kasih sayang yang diberikan pada orangtua terhadap anak mempunyai pengaruh besar bagi anak sampai remaja dan dewasa.
Dalam melakukan pendidikan pada masa kandungan, orangtua tidak mempunyai saingan-saingan yang memberatkan. Berbeda ketika orangtua mendidik anak-anaknya yang sudah lahir, orangtua mempunyai banyak saingan seperti TV [yang sekarang hanya menonjolkan sisi kekerasan, keglamoran dan kepalsuan belaka], dan berbagai macam produk modern yang disalah artikan.
Kalau semisal orangtua sudah tidak sanggup untuk memenuhi tanggungjawabnya sebagai orangtua yang sebenarnya maka, sudah saatnya generasi muda atau anak harus siap belajar sendiri. Generasi muda harus bisa menggunakan pikiran sendiri. Mengapa pikiran yang harus didahulukan, karena dengan pikiran kita akan mengetahui dan dapat menghitung seberapa besar kesalahan orangtua dalam mendidik anaknya. Semoga...

0 komentar: